Keadaan ekonomi yang tertinggal di wilayah perbatasan bukanlah situasi yang sangat khusus, karena keadaan serupa dapat ditemui di daerah lain yang bukan perbatasan. Namun wilayah perbatasan mempunyai arti penting tersendiri. Kita sudah sering mendengar pendapat berbagai kalangan tentang arti penting tersebut, sehingga berkonsekuensi diperlukannya prioritas pembangunan daerah perbatasan. Dari aspek pertahanan, kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan berkaitan dengan keadaulatan nasional suatu bangsa.
Banyak kejadian warga di perbatasan yang memilih pindah kewarga-negaraan (WNI ke Malaysia) karena kesenjangan ekonomi kedua negeri. Selain itu, bukan rahasia lagi bahwa penyelundupan kayu ilegal banyak terjadi melalui daerah ini. Dari sini dapat ditarik pelajaran, bahwa kecintaan terhadap tanah air bukanlah seperti wahyu dari langit, melainkan dipengaruhi oleh kondisi sosio-ekonomi dan kultural yang melingkupinya. Dapat dibayangkan, bila seorang anak WNI harus menempuh jalan berpuluh kilometer untuk bersekolah, sementara di seberangnya, anak warga negara Malaysia dapat dengan mudah mengakses sekolah, dengan kualitas yang lebih baik pula.
Dari aspek lain, disebutkan bahwa daerah perbatasan adalah “serambi” suatu negara, sehingga harus dikondisikan sebaik mungkin. Terlepas dari arti penting tersebut di atas, kita melihat persoalan ketertinggalan di daerah perbatasan berhubungan dengan kebijakan yang memusatkan akumulasi modal di wilayah Jawa, atau lebih khusus lagi, Jakarta. Kebijakan ini mengakibatkan tertinggalnya daerah-daerah di luar Jawa, dan imbasnya adalah daerah perbatasan yang berada paling jauh atau terluar.
Kondisi Daerah Perbatasan Saat Ini.
Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian
secara proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana
pengamanan daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah
menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas
wilayah, penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional (transnational crimes). Kondisi umum
daerah perbatasan dilihat dari aspek pancagatra yaitu:
1. Aspek Ideologi. Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke
kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti
paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia.
2. Aspek Politik. Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya
dipengaruhi oleh kegiatan di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk
mengundang ke-rawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat
masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama apabila kehidupan
ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada
perekonomian negara tetangga, maka hal inipun selain dapat menimbulkan
kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa.
3. Aspek Ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah
perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup
masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan
rasa nasionalisme. Maka tidak jarang daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau
tempat transit pelaku kejahatan dan teroris. Daerah perbatasan
merupakan daerah tertinggal disebabkan antara lain:
a.
Lokasinya yang relatif
terisolir (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah.
b. Rendahnya tingkat pendidikan
dan kesehatan masyarakat.
c. Rendahnya tingkat
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk
miskin dan desa tertinggal).
d. Langkanya informasi
tentang pemerintah dan masyarakat di
daerah perbatasan (blank spot).
4. Aspek Sosial Budaya. Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi,
dan komunikasi, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih
cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan lebih
besar dan kehidupan ekonominya sangat tergantung dengan negara tetangga. dan hal ini dapat merusak ketahanan nasional; mempercepat
dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila
5. Aspek Pertahanan dan
Keamanan. Daerah perbatasan
merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang
tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan
pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh
bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak
dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan
keamanan, di tingkat regional maupun internasional baik secara langsung dan
tidak langsung.
Pengembangan Daerah Perbatasan
Pengelolaan
perbatasan negara merupakan “titik temu” dari tiga hal penting yang harus
saling bersinergi; politik Pemerintahan Indonesia untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam wadah NKRI, pelaksanaan
otonomi daerah yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama masyarakat di daerah-daerah, dan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam rangka
mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Oleh sebab itu dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan harus selalu memperhatikan dan berdasarkan hal-hal tersebut di atas.
Persoalan pengelolaan perbatasan negara sangat
kompleks dan urgensinya terhadap integritas negara kesatuan RI, sehingga
perlu perhatian penuh pemerintah terhadap penanganan hal-hal yang terkait
dengan masalah perbatasan, baik antar negara maupun antar daerah. Pengelolaan
perbatasan antar negara masih bersifat sementara (ad-hoc) dengan leading sektor dari berbagai instansi
terkait. Pada saat ini, lembaga-lembaga yang menangani masalah perbatasan antar
negara tetangga adalah:
1. General Border Committee RI-PNG diketuai oleh Panglima TNI.
2. Join Border Committee RI-PNG (JBC) diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.
3. Join Border Committee RI-UNTAET (Timtim) diketuai oleh Dirjen Pemerintah
Umum Departemen Dalam Negeri.
4. Join Commisison Meeting RI – Malaysia (JCM) diketuai oleh Departemen Luar
Negeri yang sifatnya kerjasama bilateral.
Dalam penanganan masalah perbatasan agar dapat
berjalan secara optimal perlu dibentuk lembaga yang dapat berbentuk :
1. Forum/ setingkat dewan
dengan keanggotaan terdiri dari pimpinan institusi terkait. Dewan
dibantu oleh sekretariat dewan. Bentuk ini mempunyai kelebihan dan penyelesaian
masalah lebih terpadu dan hasilnya lebih maksimal, karena didukung oleh
instansi terkait. Sedangkan kelemahannya tidak operasional, keanggotaan se-ring
berganti-ganti, sehingga kurang terjadi adanya kesinambungan kegiatan.
2. Badan (LPND) yang mandiri
terlepas dari institusi lain dan langsung di bawah presiden. Bentuk ini
mempunyai kelebihan bersifat otonom, hasil kebijakannya bersifat operasional
dan personil terdiri dari sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang
kerjanya. Sedangkan kelemahannya dapat terjadi pengambil alihan
sektor, sehingga kebijakan yang ditetapkan kurang didukung oleh sektor terkait.
Lembaga-lembaga yang dibentuk
tersebut memiliki program antara lain:
1. Mewujudkan sabuk pengaman
(koridor) dalam menjaga kedaulatan negara
dan keamanan. Untuk lebih mewujudkan keamanan negara RI Khususnya di wilayah
perbatasan dengan negara tetangga perlu diciptakan sabuk pengaman yang
berfungsi sebagai sarana kontrol dimulai dari titik koordinat ke arah tertentu
sepanjang perbatasan.
2. Penyusunan program
secara komprehensif dan integral. Dalam
hal ini melibatkan sektor-sektor yang terkait dalam masalah penanganan
perbatasan, seperti masalah kependudukan, lalu lintas barang/ perdagangan,
kesehatan, ke-amanan, konservasi sumber daya alam.
3. Penataan batas negara
dalam upaya memperkokoh integritas NKRI.
Penataan batas berupa batas fisik baik batas alamiah ataupun buatan. Dengan
kejelasan batas-batas tersebut akan memperjelas kedaulatan fisik wilayah negara
RI.
4. Pembangunan ekonomi
dan percepatan pertumbuhan perekonomian
perbatasan berbasis kerakyatan.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan
ketahanan di daerah perbatasan. Kualitas sumber daya manusia ataupun tingkat
kesejahteraan yang rendah akan mengakibatkan kerawanan terutama dalam hal yang
menyangkut masalah sosial dan pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas
nasional secara keseluruhan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan taraf hidup
masyarakat di daerah perbatasan
dengan memperhatikan potensi sumber daya alam
setempat dan
kelompok swadaya masyarakat. Sedangkan
bentuk usaha percepatan pertumbuhan perekonomian perbatasan dengan penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat adat/ kelompok-kelompok
swadaya masyarakt yang sudak ada, pemberdayaan, pendampingan dan penguatan peran serta
perempuan dalam kegiatan perekonomian atau social, pengembangan
wawasan kebangsaan masyarakat di kawasan perbatasan, menghidupkan
peran lembaga keungan mikro dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian, dan identifikasi potensi dan pengembangan sektor-sektor
unggulan di daerah perbatasan.
Referensi :
myzone.okezone.com/content/read/2011/06/03/5657/memprioritaskan-pembangunan-di-daerah-perbatasan
images.wira96.multiply.multiplycontent.com
0 komentar:
Posting Komentar